Part 8 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan

Gunung Pundak
Sumber :
  • instagram

"Terus, Pin. Pelan-pelan." Kudengar suara Anes yang sama tegangnya dengan Bang Idan.

Part 2 : Teror Pasangan Pendaki Mistis di Gunung Ciremai

Aku tak bisa melihat ekspresi mereka berdua karena fokus mencari pegangan akar di tebing ini. Nafasku mulai habis dan ototku lelah karena takut dan tegang.

Angin dingin bertiup dari jurang tadi membuat tubuhku gemetar kedinginan. Lalu lamat-lamat kudengar suara-suara dari kedalaman jurang. Tubuhku kembali kaku, berharap aku hanya salah dengar. Ku pandangi jurang itu, tak ada apa-apa, hanya kabut tebal yang bergerak-gerak tertiup angin.

Part 10 (End) : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan

"De, jangan berhenti. Jalan terus!" Suara Bang Idan menyadarkanku.

Tapi baru saja akan bergerak, suara-suara itu muncul lagi.

Part 9 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan

"..... Alpiiiiiin, tolooooong..... "

"...... Alpin, jangan tinggalkan kami, Alpiiiin... "

Telapak tanganku basah, jariku gemetar hebat. Suara-suara minta tolong dan menyayat hati itu terdengar semakin dekat.

"Bang Idan, tolong bang. Aku takut. Ada suara-suara panggil aku, Bang." Aku mulai terisak lagi.

"Naik terus, Dek. Jangan kau dengarkan itu, ayo cepat!" Suara Bang Idan kian tegang. Anes dan teman-teman lain juga berteriak-teriak memintaku cepat naik.

Aku menarik nafas panjang, mengumpulkan tenaga ku sambil berusaha tak mendengarkan suara-suara yang semakin mendekat. Sekali lagi ku lirik kabut tebal dibawahku.

"Jangan lagi kau toleh-toleh itu! Ayo cepat, dek!!" Bang Idan terus meneriaki ku.

Sekali lagi kuhirup nafas panjang lalu mulai berpegangan akar seperti yang Bang Idan perintahkan. Dari atas, tangan Bang Idan dan Anes juga berusaha menggapaiku.

"Terus, Dek. Sedikit lagi." Bang Idan memberiku semangat.

Tanganku berpegangan kuat pada akar yang mencuat di tebing, kaki kiriku bertumpu pada akar kecil sementara kaki kananku bergerak-gerak mencari pijakan. Di bawah, suara-suara minta tolong itu terdengar semakin mendekat.

Satu gerakan, lalu tangan Bang Idan mengenggam tangan kananku. Anes dengan cekatan membantu menarik tangan kiriku ketika tiba-tiba ku rasakan tangan-tangan dingin menyentuh betisku. Aku membelalak ngeri melihat puluhan tangan muncul dari kabut dan menggapai-gapai serta menarikku.

".... Alpiiiin, ikut kami, Alpiiiiin.... "
".... Alpiiiin, alpiiiiiin...... "

"BAAANG IDAAAN, TOLONG BAAANG." Aku kembali histeris. Tangan-tangan itu semakin kuat menarikku ke bawah.

Halaman Selanjutnya
img_title