Mengapa Menguap Bisa Menular? Begini Alasannya

Allah Membenci Orang yang Menguap
Sumber :
  • google image

OlretMenguap sering dikaitkan dengan rasa lelah, kantuk, atau bosan. Tapi ternyata nggak hanya itu saja loh! Kamu pasti pernah tiba-tiba menguap hanya karena melihat orang lain menguap. Padahal dengan keadaan sadar kamu merasa tidak ngantuk sama sekali. Tidur sudah cukup, tapi masih saja menguap. Lalu kenapa kondisi ini terjadi? Untuk menjawabnya, simak ulasan ini bawah ini yang dirangkum dari beberapa sumber.

5 Tips Memilih Tablet Terbaik untuk Pelajar dan Mahasiswa

Refleks Tubuh yang Unik

Menguap adalah refleks alami tubuh yang biasanya muncul ketika kita lelah, bosan, atau butuh oksigen lebih banyak. Tapi ada hal unik dari sekadar melihat, mendengar, atau bahkan memikirkan orang lain menguap bisa membuat kita ikut melakukannya. Fenomena ini dikenal dengan istilah contagious yawning atau menguap menular.

Mengapa Allah Membenci Orang yang Menguap Hingga Setan Tertawa? Begini Penjelasannya!

Peran Neuron Cermin

Rahasia di balik menguap menular terletak pada mirror neurons atau neuron cermin. Neuron ini aktif bukan hanya saat kita melakukan sesuatu, tetapi juga ketika kita melihat orang lain melakukannya. Jadi, ketika seseorang menguap, otak kita menyalakan “sinyal tiruan” sehingga tanpa sadar kita ikut menguap. Mekanisme ini juga berkaitan dengan empati, yaitu kemampuan merasakan emosi orang lain.

Cara Mencegah Pecah Ban Saat di Jalan Tol, Biar Anti Drama di Perjalanan!

Lebih Sering Terjadi pada Orang Terdekat

Penelitian yang diterbitkan di PLoS ONE (2011) menunjukkan bahwa menguap menular lebih sering terjadi pada orang-orang yang punya hubungan dekat, seperti sahabat, pasangan, atau keluarga. Artinya, fenomena ini tidak sekadar soal biologi, tetapi juga soal ikatan sosial. Semakin erat hubungan, semakin besar peluang untuk “tertular” menguap.

Faktor Usia dan Perkembangan Sosial

Studi dari Duke University (2014) menemukan bahwa anak-anak di bawah usia 4 tahun jarang mengalami menguap menular. Alasannya, kemampuan empati dan keterampilan sosial mereka masih berkembang. Seiring bertambahnya usia, otak makin matang dalam merespons interaksi sosial, sehingga fenomena ini muncul lebih sering.

Fungsi Menguap Menular

Menguap bukan hanya tanda kantuk. Beberapa teori menyebutkan bahwa menguap membantu mendinginkan otak saat suhunya meningkat akibat lelah atau stres. Jika satu kelompok orang menguap bersama, bisa jadi ini cara alami untuk menyelaraskan ritme kewaspadaan. Dengan kata lain, menguap menular bisa memperkuat kebersamaan.

Tidak Semua Orang Mudah “Tertular”

Meski umum terjadi, ada juga orang yang jarang sekali ikut menguap. Studi menunjukkan bahwa individu dengan tingkat empati rendah atau kondisi tertentu seperti autisme lebih sedikit mengalami menguap menular. Hal ini semakin menguatkan hubungan antara fenomena ini dengan kemampuan membangun koneksi sosial.

Fenomena Lintas Spesies

Bukan hanya manusia, beberapa hewan sosial seperti simpanse, anjing, bahkan burung juga bisa mengalami menguap menular. Misalnya, anjing terbukti lebih sering menguap jika melihat pemiliknya melakukannya dibandingkan dengan orang asing. Ini bukti bahwa ikatan emosional bisa melintasi batas spesies.

Masih Jadi Misteri

Walaupun sudah banyak penelitian, ilmuwan belum sepakat mengenai penyebab utama menguap menular. Ada yang menekankan faktor biologis seperti pendinginan otak, sementara yang lain melihatnya sebagai ekspresi empati. Kemungkinan besar, keduanya saling berhubungan, membuat fenomena ini semakin menarik untuk dipelajari.

Ikut menguap ketika melihat orang lain melakukannya adalah tanda otak yang sehat dan responsif. Bahkan bisa menjadi bukti bahwa kita punya empati tinggi serta terhubung secara emosional dengan orang di sekitar. Jadi, jangan anggap sepele. Menguap ternyata bisa menunjukkan betapa dalamnya hubungan sosial kita.

Membaca penjelasan ini pun mungkin sudah cukup membuatmu ingin… menguap.