5 Dampak Psikologis Terlalu Sering Meminta Maaf

Meminta maaf
Sumber :
  • freepik.com

Olret – Mengucapkan kata maaf memang penting. Itu tanda kita peduli, rendah hati, dan menghargai perasaan orang lain. Tapi bagaimana jadinya kalau maaf diucapkan terlalu sering, bahkan untuk hal-hal kecil yang sebenarnya tidak perlu? Alih-alih terlihat sopan, kebiasaan ini justru bisa memberi dampak psikologis yang tidak sehat.

5 Mindset Orang Kaya yang Jarang Disadari

1. Mengikis Rasa Percaya Diri

Seseorang yang terlalu sering minta maaf biasanya memiliki kecenderungan rendah diri. Mereka merasa selalu salah, padahal kenyataannya tidak demikian.

Rahasia "Uang Dingin": Kenapa Orang Cina Terlihat Hemat, Tapi Diam-diam Tajir Melintir

Studi dari Journal of Social and Clinical Psychology (Hodgins & Liebeskind, 2003) menjelaskan bahwa orang dengan self-esteem rendah cenderung menggunakan permintaan maaf sebagai cara menghindari konflik atau penolakan.

Lama-lama, hal ini bisa menurunkan rasa percaya diri karena otak terbiasa mengasosiasikan diri dengan posisi “bersalah” meskipun tidak.

7 Kebiasaan Unik Tanda Orang Cerdas, Apa Saja?

2. Membentuk Pola Pikiran Negatif

Kebiasaan berlebihan dalam meminta maaf bisa membuat seseorang terjebak pada pola pikir negatif. Mereka akan selalu merasa menjadi beban bagi orang lain. Akibatnya, muncul perasaan cemas berlebihan, takut tidak disukai, bahkan merasa tidak layak.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan di Personality and Individual Differences (Howell et al., 2017) menemukan bahwa kebiasaan self-blame atau menyalahkan diri sendiri berkaitan erat dengan gejala depresi dan kecemasan sosial.

3. Mengganggu Hubungan Sosial

Ironisnya, terlalu sering minta maaf justru bisa membuat hubungan dengan orang lain menjadi canggung. Orang di sekitar mungkin menilai permintaan maaf tersebut tidak tulus atau sekadar kebiasaan.

Bahkan, pasangan atau rekan kerja bisa merasa jengah karena merasa “disalahkan” untuk sesuatu yang sebenarnya tidak ada masalah. Menurut penelitian dalam Journal of Applied Social Psychology (Lewicki et al., 2016), efektivitas permintaan maaf terletak pada konteks dan ketulusan. Jika terlalu sering digunakan, nilai dari kata maaf bisa berkurang.

4. Menambah Beban Emosional

Setiap kali meminta maaf, ada emosi tertentu yang dilepaskan. Jika dilakukan terus-menerus, seseorang bisa merasa kelelahan secara emosional. Mereka akan lebih cepat stres karena terbiasa menekan perasaan agar orang lain tetap nyaman.

Kondisi ini dalam jangka panjang bisa memicu emotional exhaustion atau kelelahan emosional, istilah yang kerap dibahas dalam literatur psikologi kerja.

5. Membatasi Potensi Diri

Kebiasaan meminta maaf berlebihan juga bisa membuat seseorang enggan mengambil risiko. Mereka takut membuat kesalahan dan akhirnya memilih untuk tidak mencoba.

Padahal, menurut teori self-efficacy dari Albert Bandura (1997), keyakinan pada kemampuan diri sangat penting untuk berkembang. Jika terus-menerus menganggap diri salah, kesempatan untuk maju bisa terhambat.

Cara Mengurangi Kebiasaan Meminta Maaf Berlebihan

Kenali pemicunya

Coba sadari situasi apa saja yang membuat kamu refleks minta maaf.

Ganti dengan ucapan positif

Alih-alih berkata “Maaf sudah merepotkan”, coba ucapkan “Terima kasih sudah membantu.”

Bangun rasa percaya diri

Fokus pada kekuatan diri dan ingat bahwa tidak semua hal adalah kesalahanmu.

Latih komunikasi asertif

Belajar menyampaikan pendapat dengan jujur dan sopan tanpa harus merendahkan diri.

Meminta maaf adalah tanda kedewasaan, tapi jika terlalu sering dilakukan justru bisa berdampak buruk pada kesehatan mental. Mulai dari menurunkan rasa percaya diri, memicu kecemasan, hingga menghambat perkembangan diri.

Penelitian-penelitian psikologi menunjukkan bahwa keseimbangan adalah kunci. Maaf perlu diucapkan saat memang ada kesalahan, bukan sebagai respon otomatis untuk semua hal.

Dengan belajar mengurangi kebiasaan ini, kita bisa lebih sehat secara psikologis dan menjaga hubungan sosial tetap hangat tanpa harus mengorbankan harga diri.