Uang dari Jualan Cabai untuk Seragam KORPRI: Kisah Pilu Pengorbanan Istri yang Ditinggalkan di Puncak Sukses
- Youtube
Olret – Di balik kebahagiaan seorang suami yang meraih status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), tersimpan kisah pilu perjuangan seorang istri yang tak terbayarkan.
Melda Safitri, bukan sekadar mendampingi suaminya dari masa sulit, melainkan menjadi pilar utama yang menopang mimpi tersebut. Kisah heroik Melda ini adalah cerminan dari pengorbanan total yang berujung pada kekecewaan yang mendalam.
Mendampingi "Dari Nol" dengan Air Mata dan Keringat
Selama hampir lima tahun pernikahan, Melda menempuh jalan terjal bersama suaminya. Ia tidak hanya berbagi susah, tapi secara aktif menjadi penopang ekonomi keluarga dari titik yang paling rendah. Perjuangannya terasa sia-sia ketika sang suami memilih pergi tepat setelah mencapai kesuksesan.
"Saya temani dia dari nol... tapi hasil yang saya dapat tuh gini. Pas dia sudah sukses, dia tinggalin," ungkap Melda, merangkum rasa pengkhianatan yang mendera.
Rutinnya Melda adalah bukti nyata bagaimana ia berjuang untuk menopang rumah tangga yang hampir tumbang diterpa badai ekonomi.
Rutinitas Malam yang Menghancurkan Fisik
Untuk memastikan dapur tetap mengepul, Melda menjalani rutinitas berjualan yang melampaui batas. Ia rela menempuh perjalanan jauh ke Rimo dua kali seminggu hanya untuk berbelanja sayur dan cabai.
"Perjalanan ini dimulai jam 9 malam dan memakan waktu berjam-jam. Ia harus tidur di kaki lima di tempat pusat perbelanjaan, menunggu barang dibongkar, lalu pulang subuh."
Puncak dari perjuangan melawan kesulitan itu adalah momen menjelang Ramadan, di mana sebagian besar keluarga merayakan dengan hidangan istimewa.
"Pada sahur pertama, saya dan anak-anak hanya makan nasi dengan sambal karena tidak ada bahan makanan lain," kenang Melda, menceritakan masa-masa paling sulit mereka.
Seragam PPPK yang Terukir dari Uang Seribu Rupiah
Mungkin, pengorbanan yang paling menyentuh adalah kisah di balik seragam KORPRI yang dikenakan suaminya saat pelantikan. Seragam kebanggaan yang menjadi penanda status baru sang suami, ternyata dibeli dari uang hasil jualan yang dikumpulkan Melda sepeser demi sepeser.
"Baju koprinya itu saya sisihkan dari jualan cabe," tutur Melda. "Saya menabung sedikit demi sedikit, seribu hingga lima ribu rupiah, agar seragam kebanggaan suaminya itu bisa terbeli."
Seragam yang dibeli dari jerih payah Melda itu seolah menjadi simbol bisu, berdiri di antara Melda dan kebahagiaan yang ia impikan. Pengorbanan yang seharusnya membuahkan kebersamaan, justru berujung pada surat cerai.
Kisah Melda Safitri kini menjadi epitaf bagi kesetiaan yang tak ternilai, sebuah peringatan pedih bahwa tidak semua pengorbanan akan dihargai. Air mata yang tumpah, keringat yang mengucur di malam hari, dan uang receh dari jualan cabai, kini hanya menyisakan pil pahit bernama perpisahan.