Kisah Pilu Melda Safitri, Istri Pejuang Baju KORPRI, Ditalak Tiga Dua Hari Sebelum Suami Jadi PPPK
- Youtube
Olret – Kisah perjuangan Melda Safitri, seorang ibu dua anak dari Aceh Singkil, menjadi sorotan publik. Bukan karena kebahagiaan, tetapi karena sebuah pengkhianatan yang datang tepat di puncak kesuksesan sang suami.
Melda ditalak tiga oleh suaminya hanya berselang dua hari sebelum suaminya menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Inilah kisah tentang pengorbanan yang tak ternilai, di mana kesetiaan dibalas dengan kekecewaan yang mendalam.
Akhir yang Pahit: Talak Tiga Mendahului Pelantikan
Air Mata Istri Pejuang Baju KORPRI
- Youtube
Melda menceritakan momen paling menghancurkan dalam hidupnya. Pada tanggal 15 Agustus, suaminya menjatuhkan talak secara tegas.
"Melda, kamu aku ceraikan 1, 2, 3," kenang Melda.
Betapa tragisnya, tanggal 17 Agustus yang seharusnya menjadi hari perayaan dan kebanggaan keluarga karena suaminya menerima SK PPPK, justru menjadi penanda resminya perpisahan. Melda mengaku momen pelantikan itu adalah impian yang ia harap bisa dihadiri bersama anak-anak.
Alasan yang diterima Melda dari suaminya terasa seakan menghapus seluruh pengorbanan yang telah ia berikan. Suaminya menudingnya "keras kepala dan tidak bisa diatur". Sebuah tuduhan yang terdengar ironis, mengingat semua yang telah ia lakukan demi kelangsungan rumah tangga.
Perjuangan "Dari Nol": Uang Cabe untuk Baju Dinas
Melda Safitri
- Youtube
Melda adalah cerminan dari istri pejuang yang sesungguhnya. Selama hampir lima tahun pernikahan, ia tak hanya mendampingi, tetapi juga menopang ekonomi keluarga dari titik terendah.
"Saya temani dia dari nol... tapi hasil yang saya dapat tuh gini. Pas dia sudah sukses, dia tinggalin," ungkap Melda, menyimpulkan kekecewaan terbesarnya.
Perjuangannya tak main-main. Untuk menopang kebutuhan rumah tangga, Melda rela menjalani rutinitas yang sangat keras:
Pekerja Keras Malam Hari
Melda rutin pergi ke Rimo dua kali seminggu untuk berbelanja sayur dan cabai. Perjalanan ini dimulai jam 9 malam dan memakan waktu berjam-jam. Ia harus tidur di kaki lima di tempat pusat perbelanjaan, menunggu barang dibongkar, lalu pulang subuh.
Pengorbanan Paling Menyentuh
Bukti pengorbanannya yang paling nyata adalah seragam dinas yang dikenakan suaminya saat pelantikan PPPK. "Baju koprinya itu saya sisihkan dari jualan cabe," tutur Melda. Ia menabung sedikit demi sedikit, "seribu hingga lima ribu rupiah," agar seragam kebanggaan suaminya itu bisa terbeli.
Puncak kesulitan ekonomi mereka dikenang Melda saat menjelang Ramadan. "Itu kan biasanya satu hari belum menyambut Ramadan itu kan ada namanya masak-masak daging," cerita Melda.
Namun, pada sahur pertama, ia dan anak-anak hanya makan nasi dengan sambal karena tidak ada bahan makanan lain.
Kisah Melda Safitri kini menjadi simbol bagi banyak wanita yang berjuang mati-matian, hanya untuk ditinggalkan ketika badai berlalu dan matahari terbit. Pengorbanan yang terukir dari tetes keringat dan air mata, kini harus ia telan sebagai pil pahit bernama perpisahan.