Kontroversi Santri "Nguli" Bangun Pesantren: Gus Yahya Tegaskan Bukan Eksploitasi, Tapi Jihad Pendidikan Karakter!

Gus Yahya
Sumber :
  • istimewa

Olret – Sorotan tajam publik kembali mengarah ke tradisi unik di lingkungan pondok pesantren menyusul insiden ambruknya bangunan musala di Sidoarjo, Jawa Timur.

Peran para santri yang kerap terlibat dalam proyek pembangunan—mulai dari mengangkut material hingga mengecor—dikecam sebagai bentuk eksploitasi anak di bawah umur.

Namun, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), segera buka suara. Dalam sebuah pernyataan tegas, ia menepis anggapan tersebut.

Menurutnya, praktik ini bukanlah penindasan, melainkan inti dari pendidikan karakter yang telah mengakar dalam budaya pesantren.

Inti Pengabdian: Membangun Fisik dan Jiwa

Gus Yahya menjelaskan bahwa peran santri dalam kerja bakti, atau yang dikenal dengan istilah 'roan' atau 'nguli', adalah perwujudan dari tiga pilar utama kehidupan santri:

  1. Tholabul Ilmi (menuntut ilmu).
  2. Tazkiyatun Nafs (membersihkan jiwa).
  3. Jihad Fi Sabilillah (berjuang di jalan Allah).

"Kegiatan di pesantren bukan hanya belajar untuk mengisi otak dengan pengetahuan, tetapi juga melatih diri dalam berkhidmat, membersihkan jiwa, serta memberikan pelayanan dengan niat yang tulus," ujar Gus Yahya.

Beliau menegaskan bahwa keterlibatan santri adalah cerminan dari budaya gotong royong masyarakat Indonesia yang sudah mengakar. Ini setara dengan kerja bakti membersihkan got di kampung, bukan mempekerjakan orang.

Bukan Tukang, Tapi Pelayan Diri Sendiri

Gus Yahya juga memberikan klarifikasi penting: tugas santri hanya bersifat membantu. Pekerjaan utama yang membutuhkan keahlian dan risiko tinggi tetap diserahkan kepada para tukang profesional.

Lebih dari itu, bangunan yang mereka dirikan, seperti madrasah dan asrama, adalah untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka membangun tempat mereka akan menuntut ilmu dan tempat mereka akan tinggal.

"Membuat gedung untuk madrasah itu untuk kegiatan belajar mereka. Membangun kamar-kamar juga untuk tempat tinggal mereka sendiri. Jadi, ini soal tradisi pesantren, bukan soal mempekerjakan santri," tegasnya.

Pesantren Bukan Pabrik Keuntungan

Pada akhirnya, Gus Yahya menekankan esensi dari pesantren itu sendiri. Pesantren bukanlah lembaga bisnis yang mencari keuntungan. Ia adalah institusi pendidikan yang didasarkan pada nilai pengabdian dan keikhlasan.