Misteri 40 Hari Setelah Ayah Tiada: Sebuah Kisah Nyata Pesan dari Alam Batas

Misteri 40 Hari Setelah Ayah Tiada
Sumber :
  • Youtube

Olret – Malam itu, heningnya Cirebon pecah oleh kisah yang menembus batas nalar. Di tengah kegelapan akibat listrik padam, sebuah lilin kecil menyala di rumah Teh Desi. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama.

Di balik nyala api itu, muncul wajah raksasa berbulu hitam dengan taring panjang, mata merah tanpa kelopak, dan napas anyir yang terasa panas.

Inilah awal dari serangkaian peristiwa tak masuk akal yang ia alami—sebuah pesan dari alam batas, 40 hari setelah sang ayah wafat.

Di Ujung Kepergian yang Mendadak

 

Pada 29 Mei 2016, Ayah Teh Desi, seorang pria bijak yang dicintainya, meninggal mendadak akibat serangan jantung. Di detik-detik terakhir, beliau bahkan sempat menepikan mobilnya untuk menyelamatkan penumpang lain.

Kepergian yang begitu mendadak ini menjadi pukulan berat bagi Teh Desi. Anehnya, meskipun ia dikenal memiliki "sixth sense," kemampuan itu justru baru terbuka sepenuhnya setelah ayahnya tiada.

Malam-malam setelahnya, bukan hanya kerinduan yang hadir, tapi juga tamu-tamu tak diundang dari alam lain. Mulai dari kuntilanak berdarah, pocong yang mengaku tak diterima bumi, hingga genderuwo raksasa yang ternyata—merindukan lantunan Al-Qur’an dari almarhum ayahnya.

Namun, di antara semua kejadian itu, yang paling menusuk hati adalah kehadiran sosok yang paling ia rindukan.

Setiap Dentuman Adalah Sapaan

 

Tepat di malam hari ke-3, setelah terlelap dengan zikir, sebuah dentuman keras—dem… dem… dem…—membangunkan Teh Desi. Ia membuka mata dan melihat ayahnya duduk bersila di ruang tamu, lengkap dengan baju koko hitam.

Teh Desi berlari, bersujud di pangkuannya sambil menangis dan memohon maaf. Sosok ayahnya hanya membalas dengan usapan lembut dan air mata yang dingin.

Dentuman kembali terdengar, dan ia terbangun. Posisi tubuhnya masih bersujud di atas kasur, seolah mimpi itu adalah kenyataan yang terperangkap dalam alam bawah sadarnya.

  • Hari ke-7, mimpi itu terulang. Kali ini, ia bisa merasakan pelukan ayahnya yang lebih lama.

  • Hari ke-10, ia bermimpi pergi ke pasar bersama ayahnya. Ketika terbangun, ia duduk di pinggir kasur dalam posisi seperti baru saja dibonceng motor. Lebih mengejutkan lagi, tangannya memegang kantong kresek kosong dan kunci motor almarhum yang sebelumnya tersimpan jauh di dapur.

Pesan Terakhir dari Ruang Terdalam Hati

 

Puncak dari semua pengalaman ini terjadi pada malam hari ke-30. Dentuman kembali terdengar, diikuti suara ayahnya yang berbisik: "Des… kalau kamu ingin mencari di mana Tuhanmu berada, dan di mana orang yang paling kamu cintai… dia ada di hatimu yang paling dalam. Bicara di situ, maka kamu akan menemukannya."

Pesan itu menancap dalam. Bahwa doa adalah satu-satunya jembatan, dan Tuhan serta orang tercinta dapat ditemukan di ruang terdalam hati, bukan di alam nyata.

Perpisahan Abadi di Pintu Bercahaya

 

Pada hari ke-40, dentuman kali ini terasa lebih keras. Ayahnya muncul di samping kasur, mengenakan jubah putih, ditemani seorang pria asing. Saat Teh Desi mencoba mendekat, ayahnya berbalik dan berjalan menuju sebuah pintu bercahaya berbentuk huruf U yang pernah ia lihat saat mati suri.

Ayahnya masuk tanpa menoleh lagi. Pintu itu menolaknya. Akhirnya, Teh Desi sadar, ini adalah perpisahan terakhir. Mengingat pesan hari ke-30, ia berdoa dengan ikhlas, "Ya Allah, tempatkan ayahku di tempat terindah-Mu."

Dentuman terakhir terdengar. Teh Desi terbangun di kasur, bersimpuh—dan memegang kunci rumah. Itu adalah tanda perpisahan terakhir, bukti nyata bahwa ayahnya kini berada di tempatnya. Semua kejadian ini mengajarkan Teh Desi bahwa merelakan adalah jembatan terkuat antara dunia yang fana dan alam keabadian.