Hati-hati, Lisanmu Adalah Perekam Tak Terlihat
- freepik.com
Olret – Di era serba digital ini, setiap hari kita dibanjiri jutaan kata, baik dari media sosial, berita, atau percakapan sehari-hari.
Mulut kita seolah tak pernah lelah berbicara, berkomentar, dan bergosip. Tapi, pernahkah kita berhenti sejenak untuk merenung: "Apakah semua yang kita ucapkan itu benar-benar penting?"
Video ceramah Ustadz Khalid Basalamah yang berjudul "Hati-hati Banyak Bicara" membuka mata kita tentang bahaya dari kebiasaan yang sering kita anggap remeh ini. Lebih dari sekadar nasihat biasa, beliau membawa kita memahami bahwa setiap kata yang keluar dari lisan kita memiliki pertanggungjawaban di sisi Allah SWT.
Dua Malaikat yang Tak Pernah Lelah Mencatat
Bayangkan, setiap ucapan yang kita lontarkan, entah itu di dunia nyata maupun di media sosial, sedang dicatat oleh dua malaikat. Ini bukan sekadar kiasan. Ustadz Khalid Basalamah mengingatkan kita pada Surah Al-Infitar, ayat 10-12, yang menjelaskan keberadaan malaikat yang mengawasi dan mencatat seluruh perbuatan kita. Termasuk kata-kata kita.
Di hadapan catatan abadi ini, tidak ada yang bisa disembunyikan. Ucapan yang kita anggap remeh bisa jadi berubah menjadi bukti yang memberatkan kita kelak. Lantas, apakah kita masih berani mengisi catatan itu dengan ucapan sia-sia, gosip, atau bahkan fitnah?
Hadits yang Menyingkap Tiga Sifat Pembicara yang Dibenci
Dari hadits Mughirah bin Syu'bah, kita belajar bahwa ada tiga hal yang dibenci oleh Allah, salah satunya adalah kebiasaan "katanya, katanya" atau gosip.
Namun, Ustadz Khalid Basalamah memberikan penjabaran yang lebih dalam dari hadits Tirmidzi tentang tiga tipe orang yang dibenci dan akan jauh dari Rasulullah pada Hari Kiamat. Ini adalah cerminan dari bahaya lisan yang melampaui batas:
1. Ats-tsartsarun
Mereka yang terlalu banyak bicara, terutama dalam hal-hal yang tidak bermanfaat atau bertentangan dengan kebenaran. Obrolan tanpa tujuan yang menghabiskan waktu dan berpotensi memicu kesalahan.
2. Al-mutasyaddiqun
Orang-orang yang berbicara dengan mulut penuh seolah ingin memamerkan kefasihan atau kecerdasan mereka. Ini adalah bentuk kesombongan lisan, di mana tujuan utamanya bukan untuk menyampaikan kebenaran, melainkan untuk menunjukkan diri.