Ustadz Syafiq Riza Basalamah Jelaskan Tangga Spiritual Menghadapi Takdir: Dari Frustrasi Menuju Syukur
- tvN
Olret – Hidup adalah perjalanan yang penuh liku. Kadang kita merasa di atas awan, namun tak jarang kita terhempas ke dasar jurang kekecewaan.
Saat takdir tidak sejalan dengan keinginan kita, mudah sekali untuk merasa marah, putus asa, atau bahkan menyalahkan keadaan.
Namun, Ustadz Syafiq Riza Basalamah mengajak kita untuk melihat cobaan sebagai sebuah ujian spiritual dan menawarkan "tangga" keimanan untuk menghadapinya.
1. Marah (Level Terendah)
Ini adalah respons paling dasar dan paling merugikan. Ketika hati dipenuhi amarah dan lisan dipenuhi keluhan, kita sejatinya sedang menolak ketetapan Allah.
Marah dan menyalahkan takdir adalah dosa, karena kita gagal melihat hikmah di balik ketetapan-Nya. Sikap ini menutup pintu menuju solusi dan hanya akan menambah beban di hati.
2. Sabar
Menaiki satu anak tangga, kita akan menemukan sabar. Ini bukan pilihan, melainkan kewajiban bagi setiap mukmin.
Sabar bukanlah pasrah tanpa usaha, melainkan sebuah sikap menahan diri yang kokoh. Ustadz Syafiq menekankan bahwa sabar yang sempurna memiliki tiga syarat penting:
Ikhlas karena Allah: Sabar harus murni hanya untuk mencari ridha-Nya, bukan untuk mendapatkan pujian dari manusia.
Tidak Mengeluh: Sabar menuntut kita untuk menjaga lisan, tidak mengumbar keluhan kepada orang lain, karena itu sama saja mengeluhkan takdir Allah.
Sabar Sejak Awal Musibah: Bentuk kesabaran terbaik adalah yang muncul saat pukulan pertama datang, bukan setelah beberapa waktu kemudian.
3. Rida (Tingkat Penerimaan)
Level ini melampaui sabar. Rida adalah ketenangan hati yang menerima takdir dengan lapang dada.
Meskipun takdir itu menyakitkan, hati yang rida akan merasa damai karena ia yakin sepenuhnya bahwa apa pun yang datang adalah ketetapan Allah yang Maha Bijaksana. Hati yang rida tidak dipenuhi pertanyaan "kenapa?", melainkan keyakinan "pasti ada hikmahnya".
4. Syukur (Tingkat Tertinggi)
Ini adalah puncak dari tangga spiritual. Orang yang berada di tingkatan ini mampu bersyukur atas takdir yang tidak sesuai harapan, bahkan takdir yang terasa menyakitkan. Mereka melihat cobaan bukan sebagai hukuman, melainkan sebagai anugerah.
Mereka yakin bahwa di balik setiap kesulitan, ada pelajaran berharga, pembersihan dosa, atau kebaikan yang jauh lebih besar yang Allah siapkan untuk mereka. Hati yang bersyukur adalah hati yang penuh keyakinan dan kebahagiaan sejati.
Pada akhirnya, takdir sudah tertulis, dan tugas kita bukan untuk mengubahnya. Tugas kita adalah menjalani setiap prosesnya dengan usaha dan iman. Ketika kita diberi kebaikan, kita bersyukur.
Namun, ketika diuji dengan kesulitan, kita harus bersabar, menerima, dan meyakini bahwa di balik setiap ketetapan-Nya, Allah selalu menyimpan kebaikan yang tak terduga.