Kekuasaan, Legitimasi, dan Kewenangan dalam Negara Hukum: Analisis Konseptual dalam Perspektif Ilmu Politik dan Hukum Pu

ilmu politik
Sumber :
  • https://store.penerbitwidina.com/wp-content/uploads/2022/10/WhatsApp-Image-2022-10-04-at-07.10.48.jpeg

Olret –Kekuasaan, legitimasi, dan kewenangan merupakan fondasi penyelenggaraan negara hukum. Ini menganalisis relasi konseptual ketiganya dalam kerangka ilmu politik dan hukum publik.

Pembahasan mengenai kekuasaan dalam kehidupan bernegara tidak dapat dilepaskan dari persoalan legitimasi dan kewenangan. Kekuasaan yang dijalankan tanpa dasar legitimasi berpotensi melahirkan dominasi dan kesewenang-wenangan, sedangkan kewenangan tanpa legitimasi akan kehilangan daya ikat sosialnya.

Oleh karena itu, dalam kajian ilmu politik dan hukum publik, ketiga konsep ini selalu ditempatkan sebagai satu kesatuan analitis yang saling melengkapi. Negara hukum modern menuntut agar kekuasaan tidak hanya efektif dalam mengatur masyarakat, tetapi juga sah secara hukum dan diterima secara sosial.

Kerangka inilah yang menjadi dasar untuk memahami bagaimana kekuasaan dibatasi, dilembagakan, dan dipertanggungjawabkan.

Kekuasaan sebagai Fondasi Relasi Politik dan Pengaturan Hukum

Kekuasaan pada hakikatnya merupakan kemampuan seorang pelaku atau institusi untuk memengaruhi perilaku pihak lain sehingga tindakan yang diambil selaras dengan kehendak pemegang kekuasaan.

Pandangan Max Weber yang menekankan kemampuan menjalankan kehendak meskipun menghadapi perlawanan menunjukkan bahwa kekuasaan selalu berkaitan dengan relasi sosial yang bersifat asimetris. Dalam konteks negara, kekuasaan memperoleh bentuk yang lebih kompleks karena dilekatkan pada institusi dan jabatan publik.

Negara memiliki kapasitas untuk menggunakan pemaksaan, baik fisik maupun nonfisik, demi menjaga ketertiban dan keberlangsungan kehidupan bersama. Namun, tanpa pembatasan hukum, kekuasaan negara berpotensi melampaui kepentingan umum.

Oleh karena itu, konstitusi dan peraturan perundang-undangan hadir sebagai instrumen normatif untuk mengendalikan pelaksanaan kekuasaan agar tetap berada dalam koridor keadilan dan kepastian hukum.

Dimensi dan Pola Distribusi Kekuasaan dalam Sistem Ketatanegaraan

Kekuasaan tidak bersifat tunggal dan statis, melainkan memiliki berbagai dimensi yang memengaruhi cara kekuasaan tersebut dijalankan. Kekuasaan potensial, seperti kekayaan, jabatan, atau pengetahuan, baru memperoleh makna politik ketika digunakan secara aktual dalam proses pengambilan keputusan.

Selain itu, kekuasaan dapat dijalankan melalui konsensus yang menekankan persetujuan dan kesadaran masyarakat, atau melalui paksaan yang mengandalkan tekanan fisik, ekonomi, maupun psikologis.

Dalam praktik ketatanegaraan, distribusi kekuasaan juga memperlihatkan variasi model, mulai dari dominasi elit penguasa hingga sistem yang membuka ruang partisipasi rakyat. Model elit cenderung memusatkan kekuasaan pada kelompok kecil, sementara model pluralis dan kerakyatan berupaya mendistribusikan kekuasaan melalui mekanisme perwakilan dan partisipasi politik.

Pola distribusi ini sangat memengaruhi kualitas demokrasi dan efektivitas hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat.

Legitimasi sebagai Basis Keabsahan dan Ketaatan terhadap Kekuasaan

Legitimasi merupakan unsur krusial yang menentukan apakah kekuasaan diterima dan ditaati oleh masyarakat. Dalam perspektif politik, legitimasi dipahami sebagai keyakinan kolektif bahwa penguasa memiliki hak yang sah untuk memerintah dan membuat kebijakan.

Kekuasaan yang memiliki legitimasi cenderung lebih stabil karena ketaatan masyarakat tidak semata-mata didasarkan pada rasa takut, melainkan pada penerimaan dan kepercayaan.

Legitimasi dapat bersumber dari tradisi, ideologi, prosedur hukum, kualitas pribadi pemimpin, maupun keberhasilan pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan. Tanpa legitimasi, kekuasaan akan bergantung pada paksaan yang justru melemahkan hubungan antara negara dan warga negara. Oleh karena itu, legitimasi berfungsi sebagai jembatan antara kekuasaan dan ketaatan dalam suatu sistem politik yang demokratis.

Kewenangan sebagai Bentuk Kekuasaan yang Dilembagakan Secara Hukum

Kewenangan merupakan bentuk kekuasaan yang telah memperoleh keabsahan normatif melalui hukum. Berbeda dengan kekuasaan yang bersifat faktual, kewenangan mengandung hak legal untuk mengambil keputusan yang mengikat dan dapat dipaksakan secara sah.

Dalam hukum publik, kewenangan melekat pada organ negara dan diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan. Kewenangan prosedural bersumber dari norma hukum tertulis maupun tidak tertulis, sedangkan kewenangan substansial bertumpu pada faktor-faktor personal seperti tradisi, kharisma, dan keahlian.

Keberadaan kewenangan memastikan bahwa pelaksanaan kekuasaan negara tidak hanya efektif secara politik, tetapi juga memiliki dasar hukum yang jelas, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis.

Relasi Kekuasaan, Legitimasi, dan Kewenangan dalam Negara Hukum Modern

Dalam negara hukum modern, kekuasaan, legitimasi, dan kewenangan membentuk suatu relasi yang bersifat timbal balik. Kekuasaan memerlukan legitimasi agar dapat diterima oleh masyarakat, sementara legitimasi membutuhkan kewenangan agar dapat diwujudkan dalam keputusan yang sah dan mengikat.

Kewenangan tanpa legitimasi berisiko kehilangan dukungan sosial, sedangkan legitimasi tanpa kewenangan tidak mampu menghasilkan tindakan hukum yang efektif. Oleh karena itu, keseimbangan antara ketiga konsep ini menjadi syarat utama bagi terselenggaranya pemerintahan yang demokratis, stabil, dan berkeadilan.

Negara hukum menuntut agar setiap pelaksanaan kekuasaan senantiasa berada dalam batas kewenangan yang sah serta memperoleh legitimasi dari rakyat sebagai pemegang kedaulatan.

Catatan Penting

Kekuasaan merupakan realitas yang tidak terpisahkan dari kehidupan politik, namun keberlangsungannya sangat ditentukan oleh legitimasi dan kewenangan. Legitimasi memberikan dasar penerimaan sosial terhadap kekuasaan, sedangkan kewenangan menjamin keabsahan hukum dalam pelaksanaannya.

Dalam kerangka negara hukum, kekuasaan harus dibatasi, dilegitimasi, dan dilembagakan agar tidak berubah menjadi dominasi yang sewenang-wenang.

Dengan memahami relasi konseptual antara kekuasaan, legitimasi, dan kewenangan, dapat dibangun sistem pemerintahan yang tidak hanya kuat secara politik, tetapi juga adil dan sah secara hukum.