Hujan di Kota Tua Jakarta, Saksi Bisu Perjalanan Cinta Kita

Lagu K-Pop yang Cocok Kamu Dengan Saat Hujan
Sumber :
  • google image

Olret – Air langit tumpah. Membasahi tanah-tanah yang meranggas. Bau petrichor merebak kemana-mana. Menyusup dalam lipatan baju, gerai rambut, dan senyum sedih di lengkung bibir.

Juga masuk ke kedai kopi tempat aku memesan segelas cokelat hangat. Menghadap jendela besar. Gedung-gedung terbentang jauh di sepanjang mata memandang. Jakarta sedang hujan lebat.

Lantas aku teringat seorang gadis yang berlari menembus hujan. Bersama seorang laki-laki yang memeluk erat tasnya. Menjaga benda di dalamnya tetap kering. Itu hartanya. Sebuah laptop yang dia anggap pengganti anak.

Keduanya tertawa. Berlomba siapa yang lebih dulu sampai di peneduh dekat tiang lampu. Selamat. Keduanya terengah-engah sampai dengan sedikit basah. Tas laki-laki itu baik-baik saja.

Hujan seolah tengah bermain-main. Menggoda keduanya untuk mengintip apakah sudah kering. Laki-laki itu menengadah. Hujan tidak deras, katanya. Bagaimana kalo kita nekat saja?

Gadis itu menarik senyum lebar. Dia mengangguk setuju. Ide bagus untuk membuat kenangan romantis, batinnya. Lalu berjalan lah keduanya dengan merunduk-runduk. Meneruskan langkah mencari tempat makan setelah seharian sibuk dengan acara masing-masing.

Kupejamkan mata. Ingatan mengenai gadis itu, bersama perasaannya, kental benar. Mengaduk-aduk emosiku bersamaan dengan hujan Jakarta yang makin deras. Kilat terlihat jelas di luar sana. Suaranya tidak terdengar olehku yang berada di lantai 16.

Jakarta luas. Dipenuhi orang-orang yang barangkali lari berteduh. Sementara kamu, tanpa harus mencari tempat berlindung untuk menyelamatkan laptop seperti dulu, apakah sedang melihat hujan yang sama?

Hujan yang kupertanyakan, apakah mengingatkanmu akanku? Ataukah kamu sibuk koding di depan laptop? —dengan pikiran rasional dan hati lagi keras.

Sementara aku tahu, kamu tidak seperti itu.

Kamu bukan robot yang jadi sapi perah perusahaan. Kamu selalu tahu keinginanmu ke depan; mendirikan sebuah sekolah untuk anak-anak kurang beruntung, dan hidup bahagia bersama keluarga kecil di lingkungan hijau. Kamu sumpek dengan Jakarta. Kamu jenuh dengan rutinitas harian yang pagi siang sore malam adalah koding.

Sebanyak itu aku mengenalmu. Juga bagaimana kamu besar di keluarga kelas menengah bawah, bertanggung jawab atas dua adik setelah ibumu meninggal, dan tidak ketinggalan, kisah cinta yang sulit kamu lupakan lima tahun lalu.