I Love You 3000
Olret – “Yang, gitarin lagu ini dong. Aku lagi suka lagi ini nih.” Pinta Vita sembari menyodorkan ponselnya ke arah Andes.
“Tuhkan, lo tuh kalau manggil gue ‘yang’ dan pake ‘aku’ pasti karena ada maunya.” Andes menerima ponsel Vita. Ia membaca judul lagu yang Vita tunjukkan. “Lagunya siapa?” Tanya Andes kemudian.
“Lagunya Meni, anaknya Titi DJ. Suranya enak deh, coba dengerin.” Vita kemudian memutar lagu sebelum Andes mengiyakan. Andes kemudian memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegak, mendengarkan dengan seksama lagu yang di putar Vita.
“Bisa yaa, mainin gitarnya? Nanti gue rakam tapi ya?” pinta Vita setelah lagunya selesai.
“Terserah lo dah, Vi. Asal lo seneng dan nggak tantruman kaya barusan aja biar hidup gue tenang.”
Olret – “Yang, gitarin lagu ini dong. Aku lagi suka lagi ini nih.” Pinta Vita sembari menyodorkan ponselnya ke arah Andes.
“Tuhkan, lo tuh kalau manggil gue ‘yang’ dan pake ‘aku’ pasti karena ada maunya.” Andes menerima ponsel Vita. Ia membaca judul lagu yang Vita tunjukkan. “Lagunya siapa?” Tanya Andes kemudian.
“Lagunya Meni, anaknya Titi DJ. Suranya enak deh, coba dengerin.” Vita kemudian memutar lagu sebelum Andes mengiyakan. Andes kemudian memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegak, mendengarkan dengan seksama lagu yang di putar Vita.
“Bisa yaa, mainin gitarnya? Nanti gue rakam tapi ya?” pinta Vita setelah lagunya selesai.
“Terserah lo dah, Vi. Asal lo seneng dan nggak tantruman kaya barusan aja biar hidup gue tenang.”
Andes sedang di dalam kamarnya. Sejak 30 menit yang lalu ia sudah pulang dari kos Vita. Ini bukan malam minggu tetapi Andes tahu, jika Vita tiba-tiba sedang kesal tanpa tahu alasannya mengapa, kedatangannya adalah jalan terbaik dari pada harus mengirimkan pesan.
Vita merupakan pacarnya sejak dua tahun lalu. Ia mengenal Vita dari temannya yang ternyata teman kantor Vita. Seperti percintaan pada umumnya, bertemu di suatu tempat, dan jatuh cinta. Tapi Andes yakin, ia tak jatuh cinta pada Vita saat detik pertama mereka bertemu. Bukan cinta pada pandangan pertama pada umumnya.
“Lo udah dirumah? Makasih ya selalu dateng pas gue mulai kumat nggak tahu lagi kenapa. Lo tahu kan gue sayang sama, lo? Jadi nggak usah gue tulis ya? Hehe. Selamat tidur, Andes. Gue mau tidur duluan.”
Andes membaca pesan Vita di ponselnya. Walau ada beberapa sifat Vita yang kadang membuatnya kewalahan tetapi Vita adalah perempuannya yang sering khawatir dan sayang kepadanya dengan cara yang berbeda. Aneh tetapi mungkin memang itu ciri khas Vita.
Andes kemudian mengambil gitarnya yang tersandar di pojok kamar. Ia kemudian mengetikkan judul lagu yang Vita pinta di pencarian google, mencari referensi kunci gitar. Ia pun kemudian berlatih. Memetikan lagu yang Vita minta pada senar gitarnya. Andes yang hanya dua kali mencoba sudah mahir memainkan lagunya. Di akhir petikan gitarnya Andes menemukan ide gila yang selama ini ia pikirkan.
“Minggu depan nonton Avenger End Game, yuk. Kamu shift pagi kan?” Tanya Andes setelah Vita mengangkat telponnya
“Iya. Mau ketemu disana atau mau jemput?”
“Jemput aja. Udah ya, gue makan siang dulu. Tiati lo ntar pulang kerja.” Andes kemudian menutup telponnya sepihak. Vita yang sudah tidak aneh dengan sikap Andes hanya geleng-geleng kepala sembari menatap ponselnya yang kini menunjukkan foto Andes memetik gitar.
“Untung sayang, Ndes gue sama lo.” Ia kemudian menyimpan kembali ponselnya, lalu melanjutkan kembali obrolannya dengan Erik, ‘mak comblang’ tanpa sengaja antara Andes dan Vita.
“Andes pasti yang telpon.” Tebak Erik kemudian. “Emang lo nggak kesel apa dia kalau nelpon begitu mulu. Nggak cuma nelpon sih. Kelakuan dia tuh kaya yang nggak peduli gitu sama lo tau nggak.”
“Dia kan temen lo, Rik. Hahaha. Gue udah maklum kok sama kelakuan dia. Bukan hal besar yang harus di permasalahkan.”
Andes dan Vita pun akhirnya jadi menonton bersama setelah tertunda satu hari kemudian karena hujan angin. Mereka memilih duduk di barisan kedua. Andes kemudian mengeluarkan semua perbekalan yang ia bawa. Film dengan durasi panjang membuatnya khawatir jika Vita akan merasa lapar.
Sepanjang film berlanngsung, Andes dan Vita menonton dengan fokus. Sesekali mereka tertawa bersama, lalu kemudian kembali hening menikmati film. Setelah film selesai, Andes menahan Vita untuk tidak segera keluar dari ruang bioskop. Vita mengernyitkan dahi, merasa aneh. Apalagi di tambah dengan kehadiran Erik yang membawa gitar masuk kedalam bioskop.
“Buat penonton yang masih di ruangan ini, gue minta tolong sama kalian buat duduk dulu. Jadi saksi hari besar yang selama ini selalu gue tunggu-tunggu. Dan Vita, turun sini. Gue mau ngomong sesuatu.” Andes kemudian tersenyum, memberi kode kepada Vita untuk segera menuruti perkatannya.
Dengan dari berkerut, Vita pun menghampiri Andes yang kemudian diberi uang 3000. Ia semakin merasa aneh. Andes kemudian memetik gitar ditangannya dan bernyanyi,
Baby take my hand
I want you be my wife
Cause you my Iron girl
And I Love You 3000
“Jadi Vita, lo mau nggak jadi istri gue? Kalau lo mau, balikin duit gue yang 3000 tadi, kalau nggak lo boleh kantongin itu duit. Itung-itung buat bayar selama ini sayangnya lo ke gue. Gimana?”
Vita menggelengkan kepala. Penonton lain yang masih didalam hanya meneriakkan cie. Erik mengucapkan kata “terima” berkali-kali, dan mas-mas penjaga pintu bioskop tersenyum melihat apa yang terjadi di depannya.
“Lo nggak punya cara lain apa buat lamar gue? Orang tuh pake cincin, bukan duit 3000, Andes. Terus itu, mana ada Iron Girl sih.” Vita masih tak percaya apa yang Andes lakukan. Ia dan Andes memang bukan orang yang suka suasana romantis seperti kebanyakan orang. Tetapi, ia tak menyangka jika Andes akan melakukan hal seperti ini.
“Biar matching sama lagunya. Dan gue pun nggak bawa cincin, Vi. Jadi, lo mau apa nggak? Ini bioskop udah mau di pake lagi. Jangan bikin lama.” Desak Andes kemudian.
Vita tertawa kemudian. Ia memasukkan uang 3000 ke saku jaket Andes, “Nih, gue balikin duitnya. Buat tambah ongkos lo kerumah gue buat lamar gue langsung ke orang tua gue ya, Ndes. Gue tunggu.”
Andes pun merasa senang lamarannya yang aneh ini diterima Vita. Ia kemudian memeluk Vita dengan refleknya, dan berjanji untuk segera menemui orang tua Vita. Vita pun melepaskan pelukan Andes dan menyeretnya keluar bioskop karena malu atas rangkaian kejadian barusan. Erik pun mengikuti dari belakang.
“Eh, ntar deh. Ini kenapa ada Erik disini tiba-tiba?” Tanya Vita kemudian tak jauh setelah mereka keluar gedung bioskop.
“Ya kerjaan pacar lo itu minta tolong sama gue. Pas dia nelpon lo waktu itu, nggak lama dia chat gue minta tolong masalah ini. Dan mau nggak mau gue tolongin.” Jelas Erik kemudian.