Viral Anak SD Bunuh Diri Karena Hp. Yuk Pahami dan Kenali 5 Alasan Generasi Stroberi Bermental Rapuh
- freepik.com
Olret –AKA (10), bocah yang masih duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar (SD), nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di dalam kamar, pada Rabu (22/11). Dilansir dari Radar Semarang (Jawa Pos Group) Kamis (23/11), siswa warga Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah itu, melakukan aksi bunuh diri diduga karena merasa kecewa atas teguran orang tuanya.
Selama beberapa waktu, korban tak keluar dari kamar. Sang ibu mengira, korban sedang tidur sehingga tak lagi mengeceknya.
Kemudian saat sore hari, sang ibu hendak membangunkan AKA untuk berangkat mengaji. Diketuknya pintu kamar berkali-kali, namun tak kunjung ada jawaban. Merasa penasaran, sang ibu lantas mengintip AKA lewat celah pintu kamar. Ia pun terkejut melihat anaknya dalam kondisi tergantung dengan selendang yang diikat ke kusen jendela kamar. Ibu korban histeris dan mengundang para tetangga datang. Sempat dibawa ke Puskesmas, tapi korban ternyata sudah meninggal.
Olret –AKA (10), bocah yang masih duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar (SD), nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di dalam kamar, pada Rabu (22/11). Dilansir dari Radar Semarang (Jawa Pos Group) Kamis (23/11), siswa warga Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah itu, melakukan aksi bunuh diri diduga karena merasa kecewa atas teguran orang tuanya.
Selama beberapa waktu, korban tak keluar dari kamar. Sang ibu mengira, korban sedang tidur sehingga tak lagi mengeceknya.
Kemudian saat sore hari, sang ibu hendak membangunkan AKA untuk berangkat mengaji. Diketuknya pintu kamar berkali-kali, namun tak kunjung ada jawaban. Merasa penasaran, sang ibu lantas mengintip AKA lewat celah pintu kamar. Ia pun terkejut melihat anaknya dalam kondisi tergantung dengan selendang yang diikat ke kusen jendela kamar. Ibu korban histeris dan mengundang para tetangga datang. Sempat dibawa ke Puskesmas, tapi korban ternyata sudah meninggal.
Berita viral diatas mengingatkan bagaimana peran orang tua pada generasi sekarang sangatlah penting. Apalagi generasi yang mendapatkan julukan generasi stroberi ini, juga dikenal sangatlah rapuh secara mental. Baru ditegur sedikit sudah dimasukkan hati, bahkan mungkin menjadi alasan untuk menghilangkan nyawanya sendiri.Â
Karena itu, orang dewasa atau orang tua, harus memahami bahkan menyesuaikan gaya parenting mereka. Jangan pula membiarkan anak ketergantungan Handphone agar tidak terulang kejadian di atas. Bagaimanapun orang tua tetap menjadi role model terbaik apapun generasi anak.Â
Untuk lebih memahami kondisi anak yang menjadi bagian generasi stroberi ini. Yuk simak apa itu generasi stroberi dan alasan utama mental anak-anak sekarang mudah sekali rapuh.Â
Definisi dan Ciri Anak Generasi StraberryÂ
Generasi strawberry merujuk pada generasi muda, terutama anak-anak remaja yang dianggap mudah terpengaruh, sensitif, serta kurang tangguh menghadapi tekanan dan tantangan.Â
Pada generasi ini, mereka dianggap tidak memiliki ketahanan mental yang kuat. Sehingga tidak bisa menghadapi tantangan hidup. Layaknya buah stroberi mudah rusak, lembut, dan sensitif terhadap tekanan dari luar.Â
Hal ini membuat anak-anak dalam generasi stroberi tumbuh dengan mental yang rapuh, sulit punya kehidupan sosial yang baik, mudah stress, tidak punya kemampuan problem solving dan lain sebagainya.Â
Generasi Stroberi dan Kesehatan Mental Yang Memburuk
Sekarang ini banyak cuitan muncul soal kesehatan mental generasi stroberi yang memburuk. Mereka seakan tidak siap dengan tantangan hidup dan selalu ingin mendapatkan kesempatan untuk healing sama self reward. Jika tidak mendapatkannya mental mudah stress dan tidak menemukan solusi lebih baik lainnya bahkan banyak yang menyerah.Â
Tentu ada beberapa penyebab generasi stroberi bisa bermental sangat rapuh. Olret.viva.co.id sudah merangkumnya dari berbagai sumber. Tinggal orang tua dan generasi muda memahami sehingga bisa mendapatkan solusi terbaik.Â
1. Gaya ParentingÂ
Tentu hal pertama yang menyebabkan generasi stroberi bisa memiliki mental yang rapuh dapat ditilik dari gaya didikan orang tua.Â
Orang tua jaman sekarang, cenderung tidak bisa tegas pada anak-anaknya. Bahkan seringkali anak-anaklah yang mengatur mereka. Apa yang anak minta akan selalu diusahakan dan didapatkan. Sikap ini juga didukung karena kehidupan sekarang lebih sejahtera daripada beberapa periode lalu. Sehingga kebutuhan terbaik anak mudah diberikan dan sangat jarang ada penolakan.Â
Sebenarnya tidaklah salah memanjakan anak. Tapi orang tua harus mengerti saat anak semakin dewasa, mereka akan menghadapi situasi lebih besar dan lebih sulit daripada lingkungan amannya di rumah dimana akan ada orang-orang yang lebih hebat dan pandai dari diri mereka.Â
Akibatnya anak-anak ini kemudian akan lebih mudah kecewa dan lebih mudah tersinggung karena perbedaan kondisi di dalam dan di luar rumah. Mereka juga akan lari dari kesulitan atau mengandalkan orang tua untuk mengatasinya.Â
2. Teknologi dan LingkunganÂ
Pengaruh sosial media dan narasi-narasi yang muncul juga menjadi alasan anak generasi stroberi bermental rapuh.Â
Apalagi masa tumbuh kembangnya, memang beriringan dengan perkembangan teknologi yang mempermudah hidup.
Bahkan beberapa orang tua juga bergantung pada teknologi seperti handphone untuk mengasuh anak-anaknya. Hal itu membuat anak kecanduan, moody malas.Â
Selain itu, perubahan sosial dan lingkungan yang cepat dan kompleks, juga seringkali memberikan tuntutan dan tekanan tinggi yang dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka
3. Sulit Memanage Kesulitan
Banyak cuitan generasi stroberi yang viral menunjukkan jika mereka tidak bisa memanage kesulitan dan mengontrol perasaan stress.Â
Misalnya saja cuitan mahasiswa yang dilansir dari laman Kementrian Keuangan Indonesia Ini.Â
 âGua anak umur 21, gak nyangka ternyata kuliah itu seburuk itu untuk mental health, semester 1 kemarin gua udah dihujanin materi sama tugas yang bener2 banyak, akibatnya waktu gua untuk healing sama self reward jadi kurang banget. Yang tadinya gua masih bisa nonton netflix sama chat-chat-an dengan bestie sekarang jadi susah banget. Gua kayaknya belum siap kuliah deh. Gua udah ngomong ke ortu kalau gua mau cuti dulu semester ini. Gua mau fokus healing selama 6 bulan dulu. Tapi ortu gua malah ga setuju, bahkan gua dibilang manja. Gua bingung mau gimana takutnya kalau paksain ipk ku malah tambah anjlok. Gua juga susah komunikasikan ini ke ortu karena mereka ga aware sama mentalhealth kaya gua. Gua mesti gimana....??? (dan diakhiri dengan emot menangis)â.
Dari cuitan diatas, jika terus dibiarkan generasi stroberi bisa saja menganggap mengakhiri hidup adalah solusi terbaik ketika sedang menghadapi masalah.Â
4. Self Diagnosis Yang SalahÂ
Generasi stroberi banyak yang merasa tahu keadaannya tanpa perlu konsultasi dengan ahli medis.Â
Padahal self diagnosis yang salah dapat menimbulkan kekhawatiran dan solusi yang salah.Â
Mereka cenderung akan senang mengikuti apa yang sedang viral. Misalnya saja, ketika kamu merasakan keluhan pada tubuh kemudian kamu tidak mencoba memeriksanya tetapi cuma mencari-cari informasi melalui internet dengan membabi buta, ini malah akan menjadikan dirimu overthingking dan overdiagnosis.Â
5. Insecure dan Merasa Gagal
Pengaruh sosial media lainnya pada generasi stroberi adalah menyebabkan quarter life krisis.
 Anak muda jaman sekarang mudah cemas ketika melihat temannya pada usia 25 tahun sudah menikah, punya anak, punya karir yang terlihat baik sudah punya mobil dan lain-lain.
Kemudian sosial media sekarang ini menjadikan pencapaian-pencapaian itu mudah sekali dipublikasikan dan menjadikan kecemasan berlebih pada sebagian kaum muda lainnya yang belum dapat mencapainya.