Kisah Nyata (Part 4): Angkernya Jalur Dukuh Liwung Gunung Slamet
Perbincangan kami sepertinya terdengar sampai tenda sebelah, terdengar riuh mereka berkata. “Hah, Widi dapet? Terus bagaimana?.” Entah lah, selain Widi tidak bisa ikut mendaki puncak, bagaimana yang mereka maksud pasti tentang bungkusan putih berisi kemenyan yang diberikan si Mbah sesaat sebelum kami mendaki gunung ini.
Dengan Widi mendapatkan haid hari pertamanya di atas sini, itu artinya kami harus melakukan ritual bakar kemenyan yang diperintahkan si Mbah sebelum kami kembali turun ke Bawah. Namun tentu saja hati kami tidak semudah itu menerimanya, karena kami semua tahu perbuatan itu bertentangan dengan tauhid.
Kini kami dihadapkan pada pilihan, apakah kami harus membakarnya dan melakukan ritual tersebut atau ada cara lain agar kami tetap selamat saat kembali turun dari gunung ini. Untuk selanjutnya baca di Kisah Nyata (Part 5): Angkernya Jalur Dukuh Liwung Gunung Slamet