Perjalanan Mistis Di Gunung Semeru, Diganggu Penghuni Dunia Lain (Part 1)

Perjalanan Mistis Di Gunung Semeru
Sumber :
  • idris hasibuan

"watduh.... kami tak bawa perlengkapan apapun"

"gak pake ribet, nih bawa"

Sambil menyodorkan nesting berisi karon (makanan khas tengger), kentang dan kubis, tak lupa kopi hitam ala tengger Ranu Pane. Aku dan Mail saling berpandangan.

"sudah sana berangkat, keburu maghrib"

Pak Tumari ngomong sambil pergi, itu berarti perintah. Tak seorangpun masyarakat tengger Ranu Pane berani menentang perintah beliau.

Kami berdua menuju pos perijinan, sudah sepi tinggal dua orang bule tadi. Pos dikawal mas Agus saat itu.

"Knapa mas, diomeli bapak barusan disuruh muncak ya...."

"iya mas Agus, kami tidak ada niatan muncak kok malah diomeli suruh muncak"

"ya udah bawah sekalian ini bule, klo ada sampean berdua saya ijinkan berangkat perjalanan malem"

"Kami lewat jalur Ayek-ayek mas"

Spontan Mail menjawab dengan cepat, seolah tidak mau memandu kedua bule itu. Mas Agus lantas menjelaskan ke si bule itu klo kami berdua akan mengambil rute jalur evakuasi yang tentu jalurnya lebih berat, namun lebih cepat. Si kedua bule goyah akhirnya disarankan petugas untuk bermalam dulu di Ranu Pane.

*

Pukul 5 sore waktu setempat kami berdua pamit ke mas Agus untuk berangkat, beliau juga menginformasikan klo di Ranu Kumbolo uda banyak pendaki. Do'a kami panjatkan kehadirat Illahi untuk mengawali angkat kaki. Kebun Bawang, kentang dan kubis nampak tumbuh subur. Baru beberapa meter kami melangkah ditegur petani setempat.

"mau kemana mas.....?"

"ke Ranu pak"

"kok tidak besok pagi aja, ini uda nenjelang magrib"

"kami mengejar waktu pak"

klo begitu hati-hati mas".

Teguran serupa terjadi sampai 5 kali aku hitung tadi. Barulah aku ingat klo menurut kepercayaan setempat jangan masuk hutan jalur gunung Ayek-ayek menjelang maghrib. namun aku tidak sampaikan ke Mail, khawatirnya dia nanti minta balik. Kepalang tanggung depan sudah batas hutan dan nampak langit masih terang. Ternyata si Mail mempunyai perasaan yang sama dengan aku disaat ada teguran orang terakhir tadi.

Kebun penduduk telah kami tinggalkan dan memasuki hutan, hanya kami berdua berjalan dalam sepi. Binatang hutan mulai bernyanyi. Ada persimpangan aku berhenti senjenak untuk orientasi. Mail langsung ambil jalan sebelah kiri. Aku ragu karena aku hafal jalur ini, tidak ada persimpangan. Aku tebas salah satu cabang pohon yang agak besar sebagai tanda. Cabang itu sedikit terkulai tapi tidak putus. Kuikuti Mail, tak seberapa jauh ada padang Savana yang amat indah nampak di depan mata kami.