Gede Andika, Pemuda Inspiratif Penggagas KREDIBALI; Untuk Pendidikan, Lingkungan dan Kemanusiaan
- youtube. com
Olret Pandemi COVID-19 tahun 2020 lalu, memang tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tetapi juga memengaruhi kondisi perekonomian, pendidikan, dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia.
Bukan hanya penduduk di perkotaan, tapi juga di pedesaan juga terkena dampaknya. Salah satunya kampung halaman Gege Andika Desa Pemuteran, Buleleng, Bali.
Selama pandemi Covid, kampung yang biasanya ramai dengan wisatawan asing itu jadi mendadak sepi. Selain itu, dia juga menemukan sebuah fakta yang membuatnya cukup prihatin. Kebanyakan anak-anak di desanya ternyata tidak bisa bersekolah.
Sekolah yang dialihkan menjadi daring membuat banyak anak dari Desa Pemuteran yang tidak memiliki smartphone tidak mengikuti kegiatan sekolah secara daring.
Penduduk desa Pemuteran memang rata-rata berpenghasilan menengah ke bawah. Sehingga tidak mampu membeli ponsel pintar.
Hal ini menggugah hati pemuda berusia 23 tahun itu. Mahasiswa lulusan Master of Science in Economics di UGM tersebut berusaha menemukan inovasi yang tepat untuk mengatasi masalah yang dia temukan.
Cikal Bakal KREDIBALI
Sebagaimana dijelaskan, permasalahan pertama yang menganggu Gege Andika adalah persoalan pendidikan anak-anak Desa Pumeteran yang tidak bisa bersekolah karena alasan ekonomi.
Sehingga langkah pertama yang dilakukan oleh Gege Andika adalah melakukan survei dan riset di Desa Pemuteran selama bulan Maret 2020. Dan hasilnya nanti yang menjadi cikal bakal program KREDIBALI.
Setelah membentuk hipotesis, pemuda itu segera bergerak menemui pemerintah desa dan memaparkan temuannya itu secara komprehensif. Gede Andika menjelaskan semua itu menggunakan modeling dan menggambarkan apa yang akan terjadi jika permasalahan ini terus menerus dibiarkan saja.
Di kesempatan tersebut, dia juga mengenalkan program bernama KREDIBALI, yang merupakan singkatan dari Kreasi Edukasi Bahasa Literasi, sebuah program belajar bahasa Inggris untuk anak-anak SD hingga SMP.
Program ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan anak-anak yang tidak bisa bersekolah.
Namun, sebagaimana prediksi Gege Andika, awalnya pasti ada penolakan dan juga kekhawatiran dari pihak desa maupun orangtua. Salah satu kekhawatiran terbesar dari pihak pemerintah desa adalah terjadinya transmisi atau penyebaran COVID-19 saat dilakukan kelas secara luring atau tatap mata.