Positivisme Hukum dalam Filsafat Hukum: Perkembangan Pemikiran dan Kontribusi Hans Kelsen, John Austin, dan H.L.A. Hart
- https://marinews.mahkamahagung.go.id/static/2025/07/08/ilustrasi-hukum-dan-keadilan-zjQwo.jpg
Konsep Dasar Positivisme Hukum
Positivisme hukum merupakan salah satu aliran yang menekankan kepastian hukum dan eksistensi norma yang sah secara yuridis. Aliran ini muncul pada abad ke-19, sebagai respons terhadap kebutuhan masyarakat akan aturan yang jelas dan dapat diterapkan secara konsisten.
Prinsip utama positivisme hukum adalah pemisahan antara hukum dan moral, di mana hukum dipandang sah karena ditetapkan oleh penguasa yang berwenang, bukan karena nilai moral atau keadilannya.
Hukum adalah “das Sein” (apa yang berlaku), bukan “das Sollen” (apa yang seharusnya). Dengan demikian, aturan hukum tetap disebut hukum walaupun secara moral dianggap tidak adil, selama prosedur pembentukannya sah dan diakui oleh negara.
Dalam praktik, positivisme hukum menekankan peraturan tertulis sebagai sumber hukum utama. Misalnya, di Indonesia, undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan daerah menjadi landasan hukum yang mengikat masyarakat.
Positivisme menuntut kepastian hukum dan konsistensi penerapan norma, sehingga hukum menjadi instrumen yang efektif untuk mengatur tingkah laku masyarakat, mencegah kekacauan sosial, dan memastikan otoritas negara dijalankan secara formal.
Positivisme Hukum Menurut John Austin
John Austin adalah salah satu tokoh penting dalam positivisme hukum klasik. Ia menekankan bahwa hukum adalah perintah dari penguasa yang berdaulat dan diikuti oleh rakyat karena adanya kewajiban dan sanksi. Austin mendefinisikan hukum melalui empat unsur utama: perintah (command), kewajiban untuk menaati (duty), sanksi (sanction), dan kedaulatan (sovereignty).
Austin memandang hukum sebagai sistem yang tertutup, logis, dan formal, di mana legitimasi hukum bergantung pada kekuasaan penguasa, bukan pada pertimbangan moral. Hukum menjadi instrumen untuk memaksakan kepatuhan masyarakat, sehingga keberlakuannya lebih bersifat praktis dan formal.
Di Indonesia, konsep Austin dapat dilihat pada undang-undang yang diterapkan secara ketat oleh pemerintah, misalnya peraturan pidana dan administratif. Meskipun demikian, pendekatan ini memiliki kelemahan jika diterapkan tanpa mempertimbangkan keadilan sosial dan nilai kemanusiaan, karena hukum yang sah secara formal belum tentu diterima secara moral oleh masyarakat.
Positivisme Hukum Menurut Hans Kelsen
Hans Kelsen mengembangkan positivisme hukum melalui Teori Hukum Murni (Reine Rechtlehre). Menurut Kelsen, hukum adalah tatanan norma yang memaksa dan mengatur perilaku manusia, yang harus dipisahkan dari unsur non-yuridis seperti politik, moral, dan budaya.