Penyebab Burnout yang Jarang Disadari, Ternyata Bukan Cuma karena Kerja Lembur
- freepik.com
Olret – Burnout sering dikaitkan dengan kerja berlebihan atau lembur tanpa henti. Padahal, kenyataannya nggak sesederhana itu. Banyak orang yang terlihat punya jam kerja normal, bahkan sering libur, tapi tetap merasa lelah, kehilangan motivasi, dan emosinya naik turun. Itu artinya, ada penyebab burnout yang sering luput dari perhatian kita.
Burnout sendiri adalah kondisi kelelahan fisik, emosional, dan mental yang membuat seseorang merasa kewalahan, tidak berdaya, dan kehilangan semangat. Kalau dibiarkan, dampaknya bisa serius mulai dari turunnya produktivitas, kesehatan yang memburuk, sampai terganggunya hubungan sosial.
Nah, mari kita bahas penyebab burnout yang jarang disadari, supaya kita bisa lebih waspada.
1. Terlalu Banyak Multitasking
Kelihatannya keren kalau kita bisa mengerjakan banyak hal sekaligus. Tapi otak manusia sebenarnya punya batas fokus. Terlalu sering berpindah dari satu tugas ke tugas lain bikin energi mental terkuras lebih cepat. Akibatnya, kita merasa lelah bahkan sebelum pekerjaan selesai.
Multitasking berlebihan membuat otak seperti komputer yang membuka terlalu banyak tab b lama-lama lemot dan panas. Kalau sudah begitu, wajar kalau burnout datang diam-diam.
2. Tidak Punya Batasan (Boundary) yang Jelas
Banyak orang merasa “nggak enak” kalau menolak permintaan orang lain, apalagi di tempat kerja atau keluarga. Akhirnya, kita menerima semua tugas, undangan, atau permintaan bantuan, meski sebenarnya sudah lelah.
Tanpa batasan, waktu istirahat kita terpotong sedikit demi sedikit. Lama-lama, tubuh dan pikiran nggak punya kesempatan untuk pulih. Burnout pun datang tanpa disadari, dan kita baru sadar ketika sudah kehilangan tenaga untuk melakukan hal yang kita sukai.
3. Perfeksionisme yang Terlalu Tinggi
Ingin memberikan hasil terbaik itu bagus, tapi kalau semua hal harus sempurna, justru bisa jadi jebakan. Perfeksionisme membuat kita menghabiskan energi untuk detail kecil yang sebenarnya tidak terlalu penting.
Masalahnya, standar sempurna itu sering nggak realistis. Ketika kita selalu merasa hasil kerja “kurang”, otak terus bekerja tanpa henti, memicu rasa frustrasi, dan mempercepat kelelahan mental.
4. Kurangnya Apresiasi atau Rasa Bermakna
Bekerja keras tapi merasa usaha kita tidak dihargai bisa membuat semangat terkuras. Rasa lelah akan terasa lebih berat ketika kita tidak melihat tujuan atau manfaat dari apa yang kita lakukan.
Penelitian bahkan menunjukkan bahwa burnout lebih sering dipicu oleh hilangnya rasa bermakna, dibanding sekadar beban kerja yang berat. Jadi, penting untuk menemukan alasan “kenapa” kita melakukan suatu hal, supaya energi kita punya arah.
5. Lingkungan yang Tidak Mendukung
Lingkungan kerja atau pertemanan yang penuh drama, gosip, atau konflik bisa menguras energi secara perlahan. Meski tugas kita ringan, berada di atmosfer yang negatif membuat otak terus waspada, seperti “mode bertahan hidup” yang menyedot tenaga.
Hal ini sama seperti punya ponsel dengan sinyal lemah daya baterai habis lebih cepat meski jarang dipakai.
6. Kurang Waktu untuk Pemulihan Mental
Istirahat bukan cuma soal tidur, tapi juga tentang memberi waktu pada pikiran untuk lepas dari tekanan. Banyak orang punya waktu luang, tapi tetap memikirkan pekerjaan atau masalah. Hasilnya, otak tidak benar-benar beristirahat.
Pemulihan mental bisa datang dari hal sederhana: berjalan santai tanpa memikirkan target, melakukan hobi, atau ngobrol ringan dengan orang terdekat. Tanpa ini, energi mental kita cepat habis meski fisik terasa sehat.
7. Overstimulasi dari Teknologi
Kita sering merasa capek, padahal seharian “hanya” scroll media sosial atau nonton video. Ini terjadi karena otak kita dibombardir oleh informasi dan stimulasi visual tanpa henti. Overstimulasi membuat otak kewalahan memproses semua data, hingga akhirnya lelah.
Ironisnya, banyak orang menggunakan gadget untuk “istirahat” dari kerja, padahal justru mempercepat burnout kalau tidak diatur waktunya.
Menyadari Lebih Dini, Mencegah Lebih Baik
Burnout bukan cuma soal kerja terlalu lama, tapi juga hasil dari pola hidup dan kebiasaan yang salah arah. Menyadari penyebab yang jarang terlihat ini bisa membantu kita mengatur ulang ritme hidup, memberi batasan yang sehat, dan memilih aktivitas yang benar-benar memberi energi.
Ingat, istirahat itu bukan hadiah setelah bekerja keras, tapi kebutuhan dasar supaya kita bisa terus produktif dan bahagia.