Menengok Kehidupan Suku Kajang di Kawasan Adat Ammatoa
Tempat ini memiliki banyak keunikan dari segi peraturan yang ada di dalamnya. Ketika masuk ke dalam, pengunjung tidak boleh menghidupkan kamera dan ponsel apalagi menggunakannya. Untuk membuat dokumentasi, pengunjung hanya diperkenankan membawa buku catatan.
Selain itu, pengunjung harus memakai pakaian serba hitam dan melepas alas kaki. Selanjutnya, dari pintu gerbang kampung adat sampai ke perumahan penduduk, kamu harus berjalan sejauh dua kilometer melalui jalan setapak berbatu.
Tak hanya pendatang, masyarakat setempat pun hanya mengenakan pakaian berwarna hitam yang ditenun sendiri. Bagi mereka, warna hitam mengandung makna kesederhanaan dan kesetaraan, prinsip yang mereka anut.
Masyarakat Suku Kajang sangat menghormati hutan dan isi di dalamnya. Bagi mereka, hutan merupakan tangga penghubung langit dan bumi yang akan dilalui oleh arwah manusia. Maka, siapa saja yang merusak hutan berarti melakukan kesalahan besar yang sanksinya berupa pengusiran dari wilayah adat beserta keluarganya dan tak boleh kembali. Selain itu, ada denda berupa uang sebesar Rp4 juta hingga Rp12 juta tergantung beratnya pelanggaran.
Di sini juga terdapat larangan menebang pohon selain untuk membangun rumah. Cara menebangnya pun tidak boleh menggunakan gergaji mesin. Di samping aturan tersebut, ada juga larangan meretas rotan, mengambil sarang lebah, serta menangkap ikan dan udang.
Kehidupan masyarakat yang sederhana dan sangat dekat dengan alam pastinya akan memberikan kamu pengajaran hidup yang sangat berharga. Jadi, jika ke Bulukumba, luangkanlah waktu ke Kawasan Adat Ammatoa.