Part 2 : Teror Pasangan Pendaki Mistis di Gunung Ciremai

alasan mendaki gunung merbabu
Sumber :
  • https://ngayap.com/

Sekarang aku benar-benar panik. “pak tolong pak, bilangin saya minta maaf, tolong pak, bu tolong bu…” aku meratap.

“iya Jang, tenang. Kata si emak, makhluk ini juga ngga jahat. Dia maklum dengan kalakuan manusia pendaki ayeuna, tapi kelakuan temen Ujang udah keterlaluan.”

Ada sedikit perasaan lega mendengar ucapan si bapak barusan.

“dia akan ngelepas temen si Ujang, tapi ada syaratnya.” Sambung si bapak.

“apa syaratnya pak?” tanyaku khawatir.

“Ujang malam ini harus naik, dan ambil lagi kotoran yang kemarin dibuang temen si Ujang.”

Seluruh sendi ditubuhku langsung bergetar mendengar syarat barusan.

Aku yang belum tentu setahun sekali melaksanakan sholat, magrib itu sholat dengan khusuk. Setelahnya aku berdoa hingga menitikkan air mata mohon perlindungan Allah. Sehabis berdoa, si Bapak yang mengimami ku sholat magrib berbalik kearahku.

"Jang, nanti habis sholat Isya langsung berangkat. Ngga usah takut, bismillah aja. Doa jangan putus nya? "

Aku cuma diam dan mengangguk.

"Setan apa aja ngga bisa nyelakain kalo Ujang inget Gusti Allah. Cuma Allah sebaik-baiknya pelindung. " Sambung si Bapak lagi.

Setelah Isya. Aku mengisi carrierku dengan dua botol air mineral. Ku cek lagi headlamp juga senter. Semua siap. Ku tengok sekali lagi keadaan Ayu. Dia sedang tertidur, dan masih ditemani si ibu tua. Ibu itu tersenyum kepadaku seperti memberi restu. Diluar aku sudah ditunggu si Bapak. Aku mencium tangannya sekaligus minta dibantu doa.

Lalu si Bapak memberikanku sebuah bungkusan dari kain putih. Aku bertanya, "apa ini pak? " "Bungkusan ini isinya tanah. Nanti tanah ini kamu sebar di gubuk belakang Condong Amis ya. Kainnya kamu bawa. Nanti kalo ketemu yang kamu cari, kain ini buat bungkusnya. "

Sekali lagi aku mengangguk. Lalu dengan menarik nafas dalam, aku berangkat.

Seekor burung berkaok-kaok entah dimana mengikuti setiap langkahku. Satu-satunya penerangan hanya cahaya senter yang kurahkan ketanah. Aku sengaja memfokuskan pandangan ke langkah kakiku. Semakin jauh kuberjalan, bayangan horror malam itu kian menjadi nyata. Tapi tiap kali bayangan itu muncul segera kutepis jauh-jauh walau sia-sia.