Kenapa Waktu Terasa Lebih Cepat? Begini Penjelasan Psikologi

Waktu berlalu cepat
Sumber :
  • freepik.com

Olret – Apakah kamu merasa? Kadang waktu berjalan begitu cepat. Baru bangun tidur, tiba-tiba udah mau siap-siap tidur lagi. Apalagi kalau hari minggu, rasanya kedip sebentar udah ganti senin. Baru awal tahun, eh, tiba-tiba sudah bulan Oktober. Baru buka laptop, tahu-tahu matahari sudah tenggelam. Rasanya seperti ada yang “mempercepat” waktu tanpa kita sadari. Tapi, benarkah waktu memang berjalan lebih cepat, atau ini hanya permainan otak kita?

Ternyata, jawabannya ada di psikologi manusia. Waktu sebenarnya tetap berjalan sama 60 detik tetap satu menit, tapi cara otak kita memproses waktu bisa berubah tergantung usia, rutinitas, hingga emosi yang kita rasakan. Berikut ini ulasannya!

1. Otak Kita Suka yang Baru

Saat kecil, kita mengalami banyak hal baru seperti sekolah di hari pertama, teman baru, ulang tahun yang ditunggu-tunggu. Semua terasa segar dan menarik. Otak pun merekam detail-detail itu dengan sangat jelas, sehingga waktu terasa panjang.

Namun, saat dewasa, hidup cenderung berjalan dengan pola yang sama setiap hari. Bangun, kerja, makan, tidur, ulang lagi. Karena sedikit hal baru yang terjadi, otak jadi punya lebih sedikit “catatan memori.” Akibatnya, saat menengok ke belakang, kita merasa waktu berlalu lebih cepat.

 Psikolog menyebut fenomena ini sebagai novelty effect yaitu ungkapan rasa bahwa semakin banyak pengalaman baru, semakin “lambat” waktu terasa.

2. Fokus yang Terpecah

Pernah merasa sehari berlalu tanpa terasa karena sibuk bekerja atau scroll media sosial tanpa henti? Itu karena otak kita tidak sedang hadir penuh. Saat perhatian terbagi, otak tak sempat mencatat detail kejadian dengan baik. Akibatnya, kita kehilangan sense of time.

 Psikolog menyebutnya sebagai time compression, di mana otak “menyederhanakan” waktu karena sibuk memproses banyak hal sekaligus.

3. Faktor Emosi

Emosi juga berperan besar. Saat kita bahagia atau asyik dengan sesuatu, waktu terasa cepat karena otak sibuk menikmati momen. Tapi saat bosan atau cemas, waktu terasa lambat karena otak terlalu fokus pada ketidaknyamanan itu.

Penelitian dari University of Alberta menemukan bahwa hormon dopamin (yang memengaruhi rasa senang) bisa “mengacaukan” persepsi waktu. Makin tinggi dopamin, makin cepat waktu terasa berlalu.

4. Bertambahnya Usia

Saat kita bertambah tua, waktu terasa makin singkat. Ada teori menarik dari psikolog William James, yang menyebutkan bahwa persepsi waktu bersifat relatif terhadap usia.

Misalnya, bagi anak berusia 10 tahun, satu tahun adalah 10% dari hidupnya terasa lama. Tapi bagi orang berusia 40 tahun, satu tahun hanya 2,5% dari hidupnya terasa jauh lebih singkat. Otak secara tidak sadar membandingkan waktu sekarang dengan “proporsi hidup” yang sudah dijalani.

5. Kurang Mindfulness

Saat hidup dijalani dengan autopilot melakukan rutinitas tanpa kesadaran penuh waktu jadi seperti menguap. Kita kehilangan sensasi “mengalami” setiap detik dengan sadar.

Itu sebabnya latihan mindfulness atau kesadaran diri bisa membantu “memperlambat” waktu secara subjektif. Dengan menyadari setiap momen mencium aroma kopi, mendengar hujan, atau merasakan angin di wajah otak mencatat lebih banyak detail, sehingga waktu terasa lebih penuh dan panjang.

 

Jadi, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Jika kamu merasa waktu berlalu terlalu cepat, coba isi hidup dengan pengalaman baru dengan mulai belajar hal berbeda, bepergian ke tempat yang belum pernah dikunjungi, atau sekadar mengubah rutinitas harian. Jangan lupa juga untuk sesekali berhenti sejenak, menarik napas, dan menikmati momen sekarang.

Karena sebenarnya, waktu tidak berubah kitalah yang berubah cara merasakannya. Dan mungkin, justru di situlah rahasia menikmati hidup bukan memperlambat waktu, tapi membuat setiap detiknya lebih bermakna.