Bukan Lagi Sekadar Aktor: Perjalanan Emosional Reza Rahadian di Balik Layar Lewat Film Debut "Pangku"

Reza Rahadian
Sumber :
  • Youtube

Olret – Setelah dua dekade mendominasi layar lebar Indonesia sebagai salah satu aktor terbaik, Reza Rahadian kini melangkah ke babak baru dalam karier seninya: sutradara dan pendiri rumah produksi.

Dalam sebuah wawancara intim bersama Raditya Dika, Reza membagikan kisah di balik debut penyutradaraannya melalui film "Pangku", sebuah karya yang ia sebut sebagai "surat cinta" untuk sang ibu dan cerminan pahitnya perjuangan hidup di jalur Pantura.

Fase Baru dan Rumah Produksi 'Gambar Gerak'

Keputusan untuk duduk di kursi sutradara bukanlah hal yang mendadak. Reza menjelaskan bahwa langkah ini baru bisa diambil setelah ia berhasil menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai "generasi sandwich".

"Ketika gua punya adik, gua punya nyokap gue... gua mau make sure dulu everybody is taking care off," ungkap Reza.

Setelah adiknya lulus kuliah dan mandiri secara finansial, barulah ia merasa memiliki ruang untuk dirinya. "Ketika itu sudah selesai, gua merasa gua punya waktu akhirnya untuk memikirkan tentang apa yang sebenarnya gua mau," jelasnya, yang kemudian melahirkan Gambar Gerak, rumah produksi yang ia dirikan bersama manajernya, Arya Ibrahim.

"Pangku": Surat Cinta untuk Ibu dan Kisah Lokal yang Universal

Ide cerita film Pangku bermula dari memori visual yang kuat saat Reza menjalani syuting pada tahun 2018 di Pantura. Ia melihat warung-warung kopi pangku—sebuah tradisi di mana perempuan menyajikan kopi sambil duduk di pangkuan sopir truk. Pemandangan itu langsung masuk ke core memory-nya.

Namun, yang menggerakkan kisah utamanya adalah inspirasi dari ibundanya.

"Gua berangkat dari nyokap gua. Sebagai single mother, persoalan apa yang paling dihadapi dalam hidupnya, tantangan seperti apa... dia enggak pernah self pity, tapi sebenarnya perjuangan hidupnya gokil juga. That story inspires me the most."

Film yang berlatar tahun 1998 ini berfokus pada Sartika (Claresta Taufan), seorang ibu tunggal yang dijebak bekerja di kedai kopi pangku. Film ini menyoroti bagaimana Sartika berjuang menghadapi sistem yang sulit, terutama masalah legalitas untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah, di mana ijazah kala itu hanya mencantumkan nama ayah.